BAB
I
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terdiri dari berbagai pulau.
Propinsi Kalimantan Barat merupakan salah satu propinsi di Indonesia yang
memiliki wilayah perairan yang cukup luas yang terdiri dari perairan laut dan
perairan tawar. Banyak jenis biota yang hidup di wilayah perairan Kalimantan
Barat, salah satunya ialah ikan patin (pangasius
hypophthalmus).
1
|
Sejauh ini pengembangan pembudidayaan khususnya di Kalimantan Barat dalam hal produksi benih ikan patin masih
sangat kurang. Hal ini mungkin dikarenakan kurangnya pengetahuan tentang
bagaimana membenihkan ikan patin, serta kurangnya informasi tentang pembenihan
ikan patin. Menurut (Hernomo 2001), pada tahun 2001 benih ikan patin yang
berukuran panjang 2,5 cm dapat terjual dengan harga Rp. 125,-per ekor untuk
kegiatan pembesaran. Sedangkan untuk ikan hias dapat terjual dengan harga Rp. 500,-
hingga Rp. 1000.-per ekor. Adapun harga ikan ukuran konsumsi dapat mencapai
puluhan ribu rupiah per kilogramnya.
Berdasarkan hal di atas, maka perlu adanya peningkatan produksi benih
ikan patin misalnya melalui pengembangan hatchery.
Selain itu hal lain yang bisa dilakukan
adalah pengembangan teknik-teknik pembenihan yang benar dan tepatguna hingga
mudah diaplikasikan ke masyarakat luas, khususnya pada masyarakat Kalimantan Barat.
Untuk mencapai hal tersebut maka penting sekali untuk mengenal dan mempelajari
teknik pembenihan yang baik dan benar, sehingga dapat menunjang pengembangan usaha
pembudidayaan ikan patin di Kalimantan Barat.
1.2.
Perumusan Masalah
Adapun perumusan masalah dalam
Tugas Akhir ini sebagai berikut :
1.
2
|
2.
Bagaimana cara menghitung fekunditas telur, daya tetas
telur, jumlah telur yang terbuahi, dan tingkat kelangsungan hidup larva.
1.3. Tujuan
Tujuan dari penulisan Tugas Akhir (TA) ini adalah untuk:
1.
Mengetahui
teknik pembenihan ikan patin (pangasius
hypophthalmus) yang dilaksanakan di BBIS Anjongan.
2. Mengetahui
cara menghitung fekunditas telur, daya tetas telur, jumlah telur yang terbuahi,
dan tingkat kelangsungan hidup larva.
1.4. Manfaat
Manfaat yang diperoleh dalam penulisan Tugas Akhir (TA) ini adalah
sebagai berikut :
1.
Dapat menambah ilmu pengetahuan penulis tentang cara
pembenihan ikan secara kawin suntik (induced
bredding).
2.
Dapat menambah keterampilan penulis dalam beradaptasi
dengan lingkungan praktik.
3.
Untuk menambah referensi bagi BBIS Anjongan dan
mahasiswa.
3
|
4
|
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1. Biologi Ikan Patin
2.1.1Klasifikasi dan Morfologi
Menurut Hernomo (2001), klasifikasi ikan patin sebagai berikut:
Filum: Chordata
Kelas: Pisces
Sub-kelas : Pisces
Ordo : Ostariophiya
Sub-ordo: Siluroidea
Famili : Pangasidea
Genus: Pangasius
Spesies: Pangasius hypoptalamus
Menurut Khairuman dan Sudenda (2002) Ikan patin dewasa panjang tubuhnya
bisa mencapai 120 cm. Bentuk tubuhnya memanjang dengan warna dominan putih
berkilauan. Ikan ini tidak bersisik atau bertubuh licin, kepala relatif kecil
dengan mulut terletak diujung kepala bagian bawah. Pada bagian sudut mulutnya
terdapat dua pasang kumis yang berfungsi
sebagai alat peraba pada saat berenang atau mencari makanan.
5
|
Gambar
1. ikan patin siam (Pangasius hypophthalmus)
Sirip punggungnya mempunyai 1 jari-jari keras yang berubah menjadi patil
yang besar dan bergerigi di belakangnya, sedangkan jari-jari lunak pada sirip
ini 6–7 buah. Pada permukaan punggung terdapat sirip lemak yang ukurannya
sangat kecil. Sirip dubur sangat panjang dan mempunyai 30–33 jari-jari lunak.
Sirip perut terdapat 6 jari-jari lunak. Sedangkan sirip dada terdapat 1
jari-jari keras yang berubah menjadi patil dan 12–13 jari-jari lunak. Sirip
ekor bercagak dan bentuknya semertris. (Ghufran, 2005).
Menurut Hernomo (2001), ikan patin mempunyai bentuk tubuh yang panjang.
Mulutnya berada agak di sebelah bawah (sub-terminal) dengan dua pasang kumis.
Sirip ekor yang bentuknya seperti gunting. Ikan ini juga mempunyai sirip dada
dan sirip punggung. Warna tubuhnya kelabu kehitaman, sedangkan warna mulut dan
sekitarnya putih. Kepalanya lebar dan pipih, hampir mirip seperti ikan lele.
Ikan ini sering juga disebut ikan jambal.
2.1.2.
Habitat dan Penyebaran
Menurut Khairuman dan Sudenda (2002),
ikan patin di alam bebas biasanya selalu bersembunyi di liang-liang di tepi
sungai atau kali. Ikan ini baru keluar dari persembunyiannya pada malam hari.
Hal ini sesuai dengan sifat hidupnya yang nocturnal. Di daerah aslinya, ikan
ini lebih banyak menetap di dasar perairan ketimbang di permukaan, sehingga
digolongkan sebagai ikan dasar (demersal). Hal ini dibuktikan dari bentuk
mulutnya yang lebar, sebagai mana mulut ikan-ikan demersal lainnya.
6
|
2.1.3. Makan
dan Kebiasaan Makan
Secara alam makanan ikan patin
berupa ikan-ikan kecil, cacing, detritus, serangga, udang-udangan, molusca dan
biji-bijian. Berdasarkan makanan ikan patin digolongkan ke dalam ikan omnivore (Khairuman dan Sudenda, 2002).
Menurut Ghufran (2005), dalam
pembudidayaan, pemeliharaan di sangkar di sungai musi, patin diberikan pellet
dengan kadar 20–25% sebanyak 5% dari berat tubuh ikan tiap harinya. Sedangkan
untuk calon induk diberikan pakan dengan kadar protein 35% dan tambahan ikan
rucah dua kali seminggu sebanyak 20% dari total berat badan.
7
|
Menurut Hernomo (2001), ikan patin
mulai matang kelamin pada umur 2–3 tahun. Ikan patin dapat pijahkan pada musim
penghujan. Jumlah telur yang dihasilkan berbeda, tergantung pada kondisi dan
ukuran induk. Induk patin berukuran 5–6 kg dapat menghasilkan telur sekitar 1,5
juta butir. Larva ikan patin dapat hidup di air yang bersalinitas 0,05 ppt,
menjelang dewasa akan mencari perairan tawar sampai jauh ke sungai-sungai
pedalaman.
2.1.5. Sumber
Air
Menurut Khairuman dan Sudenda (2002),
air merupakan faktor mutlak dalam kegiatan budidaya patin. Keberhasilan
budidaya sangat ditentukan oleh air karena air adalah media hidup ikan patin
yang paling utama. Sumber air dapat berasal dari saluran irigasi teknis
(buatan), sungai, atau sumber air lainnya. Meskipun ikan patin tidak
membutuhkan sumber air yang senantiasa mengalir sepanjang waktu, untuk unit
pembenihan (hatcbery) satu hal yang harus terpenuhi adalah kondisi
airnya harus bersih. Untuk itu, jika sulit untuk mendapatkan sumber air irigasi
yang baik, sumber airnya dapat diusahakan melalui sumur biasa (sumur pompa).
2.1.6.
Kualitas Air
Kualitas air penting untuk
diperhatikan dalam budidaya patin. Air yang kurang baik dapat menyebabkan ikan
mudah terserang penyakit. Ada beberapa variabel penting yang berhubungan dengan
kualitas air. variabel-variabel tersebut adalah yang berhubungan dengan sifat
kimia air (kandungan oksigen, pH dan suhu). Selain mempunyai sifat kimia
seperti di atas, air juga mempunyai sifat-sifat fisika diantaranya berhubungan
dengan suhu (Khairuman dan Sudenda, 2002).
8
|
Ikan patin mengisap oksigen yang
terlarut di dalam air yang dapat berasal dari hasil proses fotosintesis dengan
bantuan sinar matahari, atau berasal dari udara luar melalui proses difusi di
permukaan air.
Ikan patin termasuk salah satu jenis ikan yang cukup tahan dengan
kekurangan oksigen di dalam air, hampir sama halnya dengan ikan lele. Apabila
kandungan oksigen di dalam air kurang, ikan patin akan mengambil langsung
oksigen di udara bebas. Bahkan ikan patin akan bertahan hidup selama beberapa
saat di darat. Pada usaha intensif, kandungan oksigen yang baik minimal 4
mg/liter air. Alat yang digunakan untuk mengukur kandungan oksigen yang
terlarut di dalam air adalah water quality test kit atau pengukuran
kualitas air (Khairuman dan Sudenda, 2002).
b. Derajat
Keasaman (pH)
Sebagian besar ikan dapat beradaptasi dengan baik pada lingkungan
perairan yang mempunyai derajat keasaman (pH) berkisar antara 5–9. Pada kolam
budidaya, fluktuasi pH sangat dipengaruhi oleh proses respirasi, karena gas
karbondioksida yang dihasilkanya. Pada kolam yang banyak dijumpai alga atau
tumbuhan lainnya. pH air pada pagi hari biasannya mencapai angka kurang dari
6,5 sedangkan sore hari dapat mencapai 8–9. Pada kolam dengan sistem
resirkulasi, air cenderung menjadi asam karena proses nitrifikasi dari bahan
organik akan menghasilkan karbondioksida dan ion hidrogen (Kanisius, 1992).
9
|
Suhu air yang cocok untuk pembenihan
ikan adalah berkisar antara 25oC – 30oC (Sutisna dan
Sutarmanto, 1995). Sedangkan suhu yang ideal pada saat penetasan telur berkisar
antara 27°C - 30°C, suhu di kolam pendederan yang ideal berkisar antara
27°C - 30°C (BSN, 2000).
2.2. Teknik
Pembenihan Ikan Patin
2.2.1. Pemeliharaan
Induk
Menurut Khairuman (2002), induk
merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha pembenihan ikan patin.
Induk yang baik dan sehat tentu akan
menghasilkan benih yang baik pula. Induk patin yang akan dipijahkan berasal
dari alam atau induk-induk yang telah dipelihara sejak kecil di kolam.
Induk-induk yang berasal dari alam tingkah lakunya masih liar dan kadang-kadang
memiliki banyak luka akibat meronta-ronta saat penangkapannya. Karenanya, induk
yang baik dipijahkan adalah induk yang telah dipelihara di kolam atau wadah
lainnya, seperti keramba dan jaring.
2.2.2.
Seleksi Induk Siap Pijah
Induk ikan yang dipelihara secara
khusus tidak semuanya siap dipijahkan. Hasil pemeliharaan pematangan induk
masih perlu diseleksi untuk memilih induk-induk
yang siap dipijahkan. Khairuman dan Sudenda (2002), menyatakan bahwa
seleksi induk bertujuan untuk memilih induk yang baik dan sehat. Untuk memilih
induk yang baik, induk tersebut harus ditangkap dulu dan diseleksi. Hernomo
(2001), mengatakan bahwa dalam pemilihan induk dilakukan dengan cara visual.
Langkah-langkah pemilihan induk menurut Hernomo (2001) ialah :
a.
10
|
b.
Badan ikan dibalik hingga posisinya terlentang
c.
Perhatikan bagian
perutnya, perut yang buncit (besar) kearah dubur merupakan salah satu
ciri yang telah matang gonad
d.
Warna kulit didaerah genitalnya kemerah-merahan
e.
Yang terakhir rabalah bagian bagian perutnya, apabila
lembek itu juga salah satu ciri telur yang sudah matang gonad
Menurut Khairuman dan Sudenda, (2002) adapun ciri-ciri induk patin yang
telah matang gonad sebagai berikut :
1.
Induk betina
-
Umur kurang lebih 3 tahun.
-
Berat minimal 1,5–2 kg per ekor.
-
Perut membesar ke arah anus.
-
Perut terasa empuk dan halus saat diraba.
-
Kelamin membengkak dan berwarna merah tua .
-
Kulit dibagian perut lembek dan tipis.
-
Keluar beberapa butir telur terbentuk bundar dan
berukuran seragam jika bagian di sekitar kelamin ditekan.
2.
11
|
-
Umur minimal 2 tahun.
-
Berat 1,5–2 kg per ekor.
-
Kulit perut lembek dan tipis.
-
Alat kelamin membengkak dan berwarna merah tua.
-
Keluar cairan sperma berwarna putih jika perut
diurut kearah anus
2.2.3. Teknik
Pemijahan
Menurut Hernomo (2001), penyuntikan
dapat dilakukan dengan dua cara yaitu menggunakan kelenjar hipofisa atau dengan
hormon buatan. Hal-hal yang harus diperhatikan pada tahap penyuntikan yaitu
pemilihan hormon dan dosis yang tepat bagi induk; waktu, letak, dan frekuensi
penyuntikan serta penanganan induk (handling).
Ikan patin yang sudah disuntik itu
dilepaskan di kolam pembenihan untuk menunggu proses ovulasi terjadi antara
induk jantan dan induk betina. Pemijahan dengan suntikan ini masih harus
dibantu lagi dengan langkah berikutnya yaitu dengan pengurutan (stripping).
Cara maupun waktu pengurutan harus mengikuti prosedur yang disarankan, yaitu
perut diurut pelan-pelan dari bagian depan (dada) ke arah belakang dengan
menggunakan jari tengah dan jempol.
a. Hormon dan
Dosis Hormon
Hormon yang dapat digunakan untuk merangsang
ovulasi bermacam-macam, terutama yang diperjual belikan, misalnya ovaprim,
provasi, dan LHRH. Selain hormon komersil, dapat juga menggunakan kelenjar
hipofisa untuk penyuntikan.
12
|
b. Penyuntikan
Menurut Hernomo (2001), waktu
penyuntikan hormon atau kelenjar hipofisa dapat diatur sesuai dengan keinginan.
Maksudnya, kita dapat mengatur kapan melakukan penyuntikan pertama dan kedua
disesuaikan dengan rencana akan melakukan pengeluaran telur. Secara kronologis
dapat diatur bahwa selang waktu penyuntikan pertama dan kedua adalah 12 jam,
selang waktu ovulasi biasanya 12 jam dari penyuntikan kedua. Jadi, ovulasi
biasanya akan diperoleh sekitar 24 jam dari penyuntikan pertama. Dengan
demikian, kita dapat mengatur kapan mau mendapatkan telur dan kapan penyutikan
harus dilakukan.
13
|
c. Striping dan Pembuahan
Menurut Khairuman dan Sudenda
(2002), Ovulasi adalah puncak kematangan gonad. Saat ovulasi, telur yang telah
matang harus dikeluarkan dengan cara memijit bagian perut (stripping) patin
betina.
Menurut Hernomo (2001), sejak 10 jam
dari penyuntikan kedua, induk betina harus mulai diperiksa apakah sudah terjadi
ovulasi atau belum. Untuk dapat melakukan pemeriksaan, induk ditangkap dengan
hati-hati. Kemudian dengan perlahan dan hati-hati perut induk betina diurut
kearah anus. Pengurutan harus dihentikan ketika sudah terlihat adanya telur
yang keluar. Dengan segera induk dipindahkan ketempat yang nyaman untuk
dilakukan penggeluaran telur (stripping).
Sebelum dilakukan pengeluaran telur perlu disiapkan wadah penampung telur
(baskom) dan kain pembungkus (handuk). Pengeluaran telur sebaiknya dilakukan
oleh dua orang, apalagi bagi pemula. Orang pertama bagi pengurutan dengan
tangan kirinya memegang pangkal ekor induk ikan patin. Orang kedua mengamankan
atau memegang wadah, pengurutan harus dilakukan dengan hati-hati dan penuh
perasaan agar ikan tidak menggalami stress, apalagi luka. Setelah pengeluaran
telur selesai, telur harus disimpan dengan baik, jangan sampai jatuh atau tidak
aman.
14
|
2.2.4. Wadah
Penetasan Telur
Menurut Khairuman dan Sudenda (2002), Wadah penetasan telur berupa
corong-corong penentasan. Untuk menjamin keberhasilan penetasan, wadah
penetasan dipersiapkan satu hari sebelum pemijahan.
Menurut Hernomo (2001),
Langkah-langkah persiapan wadah penetasan telur sebagai berikut :
-
Wadah harus benar-benar bersih atau steril.
-
Media airnya juga harus baik. Sebaiknya air yang
digunakan telah disiapkan (didiamkan) satu hari.
-
Wadah penetasan tersebut harus benar-benar
terjamin keamanannya. Baik keamanan berupa kehilangan gangguan yang bersifat
teknis, misalnya terkena air hujan sehingga mempengaruhi DO (kandungan oksigen
terlarutnya), pH, serta temperaturnya. Dengan kata lain, dianjurkan wadah
penetasan diletakkan di dalam ruangan yang tertutup.
-
15
|
-
Untuk menjaga temperatur yang ideal (29–30oC)
serta stabil, dapat dengan cara mamasang alat pemanas air otomatis, mengurangi
ventilasi udara ruangan penetasan, atau meningkatkan suhu ruangan dengan
menggunakan tungku api dan atau listrik.
-
Telur patin yang terbuahi akan menetas dalam
jangka waktu 28 jam pada suhu 26–28°c (Khairuman dan Sudenda, 2002)
2.2.5.
Perawatan Larva
Kegiatan selanjutnya adalah
perawatan larva. Larva ikan patin, seperti larva ikan pada umumnya telah
memiliki cadangan makanan sebagai sumber energi sebelum alat pencernaan
terbentuk sempurna. Ketika baru menetas sampai dengan alat pencernaannya belum
terbentuk, larva ikan patin tidak perlu
diberi makan karena masih memiliki cadangan makanan. Makanan cadangan tersebut
berupa kuning telur, namun begitu kuning telur hampir habis, biasanya alat
pencernaannya telah terbentuk dan siap digunakan untuk mengkonsumsi makanan
dari luar, khususnya makanan alami.
Pada kondisi kandungan oksigen
terlarut yang cukup temperatur air berkisar 29°C. Kuning telur biasanya akan
habis pada hari ketiga atau keempat. Sejak hari keempat itulah pakan harus
sudah diberikan, biasanya pakan yang diberikan adalah pakan alami, berupa
naupli artemia, (Hernomo, 2001).
16
|
2.2.6.
Pendederan
Menurut Santoso (1993), pendederan
merupakan kegiatan pemeliharaan benih sampai ukuran tertentu. Biasanya luas
kolam yang digunakan antara 200–500 m2. Benih lepas hapa (umur 5–7
hari) dalam pemeliharaan atau wadah penetasan yang relatif sempit itu pasti
tidak akan menampung bagi pertumbuhan larva dalam waktu lama. Oleh karena itu
mereka harus segera dipindahkan ke areal lebih luas lagi yakni ke kolam
pendederan.
Setelah 5 hari atau paling lambat seminggu
semenjak telur menetas, benih ikan ini harus dipindahkan ke kolam pendederan.
Pemindahan ini harus dilakukan dengan hati-hati. Sebelum memindahkan benih, air
di aquarium harus dikurangi terlebih dahulu agar memudahkan saat pemanenan
larva. Kemudian, setelah air dikurangi barulah dilakukan pemanenan larva dengan
mengambil larva-larva tersebut dengan serokan dan ditampung ke dalam wadah
berupa baskom atau ember. Untuk memindahkannya, dapat menggunakan ember plastik
atau baskom yang permukannya lebar. Pemindahan ini harus dilakukan pada saat
suhu air masih rendah, yaitu pagi hari atau sore hari. Pemasukan benih dengan
cara memasukkan ember plastik atau baskom tersebut ke dalam air kolam, lalu
secara perlahan gulingkan agar airnya bercampur dengan benih dan benihnya akan
keluar dengan sendirinya (Susanto, 2006).
17
|
Menurut Sutisna dan Sutarmanto (1995), pemanenan
benih tergantung dari ukuran benih yang dikehendaki dan lama pemeliharaan.
Pemanenan benih pada prinsipnya ada dua cara yaitu secara selektif biasanya
dilakukan dengan tanpa melakukan pengeringan kolam. Alat tersebut diberi
makanan tambahan supaya benih ikan yang akan ditangkap masuk ke dalamnya.
Setelah beberapa waktu lamanya perangkap diangkat dan benih yang terjaring
dipungut sesuai dengan ukuran yang dikehendaki.
Panen secara total adalah pemanenan benih yang
dilakukan secara sekaligus dengan mengeringkan kolam. Pemanenan sebaiknya
dilakukan pada pagi hari sebelum matahari terbit, agar pada saat suhu udara
mulai meningkat atau sekitar pukul 07.00, panen sudah selesai. Hal tersebut
dilakukan agar benih yang dipanen masih pada temperatur udara pagi hari,
sehingga mortalitas dalam pemanenan relatif kecil.
2.2.8. Hama
dan Penyakit
1. Penyakit
Menurut Kanisius (1992), Penyakit
ikan adalah segala sesuatu yang dapat menimbulkan gangguan pada ikan,
baik secara langsung maupun tidak langsung. Gangguan terhadap ikan dapat
disebabkan oleh organisme lain, pakan
maupun kondisi lingkungan yang kurang menunjang kehidupan ikan. Dengan demikian
timbulnya serangan penyakit ikan dikolam merupakan hasil interaksi yang tidak
serasi antara ikan, kondisi lingkungan dan organisme penyakit. Interaksi yang
tidak serasi ini bisa menyebabkan stress pada ikan. Sehingga mekanisme pertahanan
diri yang dimilikinya menjadi lemah dan
akhirnya mudah diserang oleh penyakit.
18
|
2. Hama
Menurut Khairuman dan Sudenda (2002), serangan hama
biasanya tidaklah separah serangan penyakit ikan. Hama biasanya berukuran lebih
besar daripada ikan dan bersifat memangsa. Pada usaha budidaya ikan patin,
kemungkinan terjadinya serangan hama lebih banyak dialami pada usaha pendederan
atau pembesaran sebab kedua usaha tersebut dilakukan di alam terbuka, seperti
dijaring, kolam, atau keramba, sedangkan usaha pembenihan dilakukan di ruang
tertutup.
Jenis-jenis hama yang dapat menyerang ikan patin adalah biawak, ular air,
kura-kura, dan burung. Cara pemberantasan yang paling efektif adalah secara
mekanis atau membunuhnya langsung jika hama tersebut ditemukan di lokasi
budidaya. Cara lain yang dapat dilakukan adalah dengan memasang perangkap,
terutama bagi hama-hama tertentu atau dengan memasang umpan yang telah diberi
racun. Pencegahan yang paling aman adalah dengan membersihkan areal kolam dari
rumput atau semak yang menjadi sarang hama atau dengan melokalisir seluruh
areal kolam dengan pagar tembok atau beton sehingga hama tidak dapat masuk ke lokasi
budidaya ikan patin
BAB
III
METODOLOGI
3.1. Waktu
dan Tempat
Waktu penulisan Tugas Akhir berlangsung selama 3 bulan, dimulai dari
tanggal 24 Februari s/d 24 Mei 2014. Kegiatan berlokasi di Balai Budidaya Ikan
Sentral (BBIS) Anjongan, Propinsi Kalimantan Barat.
3.2. Gambaran Umum Perusahaan
3.2.1. Sejarah BBIS Anjongan
BBIS Anjongan sudah berdiri sejak 1952. Pada awalnya BBIS Anjongan
dikenal dengan nama Balai Benih Ikan (BBI) Anjongan. Pada saat itu kolam yang
dimiliki sebanyak 26 petak dengan luas 0,8 Ha, secara bertahap setiap tahun
diadakan perbaikan kolam dan pembenihan guna menyempurnakan teknik budidaya
khususnya terhadap komoditas ikan air tawar. Pada tahun1986 – 1987 telah
diadakan perluasan lahan sehingga luas keseluruhan mencapai 1,2 Ha dan sampai
saat ini luas lahan kolam 7,4 Ha.
19
|
Berdasarkan SK Gubernur Kalimantan Barat Tahun 2012 pasal 2 BBIS
dijadikan sebagai Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Kelautan dan Perikanan
yang terdiri dari dua seksi diantaranya :
a.
Seksi budidaya ikan air tawar pada BBIS berkedudukan di
Desa Pak Bulu, Kecamatan Anjongan, Kabupaten Pontianak, Propinsi Kalimantan
Barat.
b.
Seksi budidaya ikan air payau dan laut pada BBIS
berkedudukan di Sedau, Kecamatan Singkawang Selatan, Kota Singkawang, Propinsi
Kalimantan Barat.
BBIS Propinsi Kalimantan Barat merupakan UPTD Kelautan dan Perikanan
Kalimantan Barat yang berkedudukan di Desa Pak Bulu, Kecamatan Anjongan, Kabupaten
Pontianak, Propinsi Kalimantan Barat. Kepemimpinan BBIS Anjongan dari tahun
1952 hingga saat ini mengalami 10 kali pergantian. Pada saat ini BBIS Anjongan
di pimpin oleh Bapak Donatus, S.Pi.
20
|
Visi dan Misi dari BBIS Anjongan adalah :
1.
Visi
“Terwujudnya pembangunan kelautan dan
perikanan melalui pengembangan usaha budidaya yang berkelanjutan melalui
perekayasaan teknis pembudidayaan ikan, pengujian mutu benih dan sertifikasi
mutu benih ikan”.
2.
Misi
a.
Tersedianya sarana dan prasarana yang memadai.
b.
Terwujudnya kemampuan SDM pengelola sarana dan
prasarana pembenihan ikan yang baik.
c.
Penataan manajemen operasional prasarana pembenihan
ikan yang baik.
d.
Meningkatkan pelayanan kepada pengguna jasa secara
tertib dan aman, serta dapat menumbuhkan lapangan kerja baru.
3.2.2. Struktur
Organisasi BBIS Anjongan
BBIS Propinsi Kalimantan Barat mempunyai tugas melaksanakan sebagian
kegiatan teknis operasional dinas dibidang pengembangan dan penerapan teknis
budidaya ikan air tawar, air payau dan laut, dan pengujian mutu benih dan
sertifikasi dalam rangka mutu benih ikan air tawar, air payau dan laut
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
21
|
1.
Kepala balai mempunyai tugas memimpin, membina,
mengkoordinasikan, meyelenggarakan, mengendalikan kegiatan BBIS berdasarkan
kebijakan teknis Dinas dan Peraturan perundang-undangan.
2.
Sub bagian tata usaha mempunyai tugas melaksanakan
penyusunan rencana kerja, monitoring, evaluasi, administrasi kepegawaian dan
umum serta pengelolaan keuangan dan asset.
3.
Kelompok jabatan fungsional terdiri dari sejumlah PNS
dalam jenjang fungsional berdasarkan
bidang keahlian dan keterampilan tertentu.
4.
Seksi budidaya ikan air tawar mempunyai tugas dalam
pengembangan budidaya ikan air tawar, penerapan teknologi budidaya ikan air
tawar, pegujian laboratorium secara mikrobiologis, organeloptik kimia dan
fisika terhadap kualitas air dan benih ikan air tawar dan laut dalam rangka
realisasi sertifikat mutu benih unggul, induk unggul dan pakan ikan air tawar.
5.
Seksi budidaya ikan air payau dan laut mempunyai tugas
dalam pengembangan budidaya ikan air payau dan laut, penerapan teknologi
budidaya ikanair payau dan laut, pengujian laboratorium secara mikrobiologis,
organoleptik kimia dan fisika terhadap kualitas air dan benih unggul ikan air
payau dan laut dalam rangka realisasi sertifikat mutu benih unggul, induk
unggul dan pakan ikan air payau dan laut.
22
|
Struktur Organisasi Balai Budidaya Ikan
Sentral (BBIS) Anjongan
Berdasarkan SK Gubernur No. 20 Tahun 2012
Kepala Balai
|
Kelompok Jabatan
Fungsional
|
Seksi Budidaya
Ikan Air Tawar
|
Seksi Budidaya
Ikan Air Payau dan Laut
|
Sub Bagian Tata
Usaha
|
Gambar
2. Struktur Organisasi BBIS Anjongan
3.2.3. Deskripsi Singkat Departemen Praktik
Industri
3.2.3.1. Letak Administratif
Lokasi
BBIS Anjongan terletak di Desa Pak Bulu, Kecamatan Anjongan, Kabupaten
Pontianak. Lokasi lahan BBIS memiliki tekstur tanah lempung liat berpasir dan
topografi datar agak miring dengan ketinggian ± 20 m dpl.
Sedangkan batas-batas lokasi BBIS
Anjongan adalah sebagai berikut :
1. Sebelah
utara berbatasan dengan Gunung Loncet,
2. Sebelah
timur berbatasan dengan Kampung Pasir,
3. Sebelah
selatan berbatasan dengan pemukiman penduduk setempat, dan
4. Sebelah
barat berbatasan dengan gudang peluru milik TNI AD.
23
|
BBIS Anjongan dilengkapi dengan sarana dan
prasarana untuk menunjang kegiatan dalam mendukung semua kegiatan BBIS baik
sarana pokok maupun sarana penunjang. Sarana dan prasarana yang terdapat di
BBIS Anjongan adalah sebagai berikut :
1.
Gedung perkantoran 1 unit dengan luas 60 m2.
2.
Rumah dinas pegawai sebanyak 3 unit (tipe 45, 36, 21) dan rumah penjaga malam
dengan luas 6 m2.
3.
Mess 1 unit dengan luas 120 m2.
4.
Asrama 1 unit dengan luas 120 m2.
5.
Ruang kelas tertutup 1 unit dengan luas 100 m2
sebagai tempat belajar.
6.
Ruang kelas terbuka 1 unit dengan luas 100 m2
sebagai tempat pertemuan.
7.
Ruang pemijahan/hatchery
2 unit dengan luas 280 m2.
8.
Ruang pengemasan/packing
1 unit dengan luas 36 m2.
9.
Ruang sarana produksi 2 kamar dengan luas 100 m2.
10. Ruang
laboratorium 3 ruang dengan luas 120 m2.
11. Ruang
genset 1 unit dengan luas 6 m2.
12.
24
|
13. Kolam
induk sebanyak 8 unit dengan luas 18 m2.
14. Keramba
apung 5 unit dengan luas 30 m2.
3.2.3.2.Personil Pendukung Proses
BBIS
Anjongan memiliki tenaga kerja beragam berdasarkan tingkat pendidikan, mulai
dari SLTA sampai tingkat strata 1 (S1). Tenaga kerja tersebut bekerja sesuai
dengan tingkat pendidikan dan keahlian yang dimiliki. Tenaga kerja melaksanakan
tugasnya selalu saling keterkaitan. Tingkat pendidikan pegawai diBBIS lebih
dominan diduduki oleh lulusan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) yaitu
sebanyak 60 %, sedangkan untuk strata 1 (S1) berjumlah 8 orang.
3.3. Pembenihan Ikan Patin Siam (Pangasius hypopthalmus)
Ikan patin merupakan jenis ikan konsumsi air tawar yang
dikenal sebagai komoditi yang berprospek cerah, karena memiliki harga jual yang
tinggi. Hal inilah yang menyebabkan ikan patin mendapat perhatian dan diminati
oleh para pengusaha untuk membudidayakannya. Ikan ini cukup responsif terhadap
pemberian makanan tambahan. Pada pembudidayaan, dalam usia enam bulan ikan
patin bisa mencapai panjang 35-40 cm. Pada perairan yang tidak mengalir dengan
kandungan oksigen rendah sekalipun sudah memenuhi syarat untuk membesarkan ikan
ini.
25
|
1. Pemeliharaan Induk
Dalam kegiatan pembenihan
ikan, pemeliharaan induk merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh
terhadap kualitas dan kuantitas benih yang dihasilkan. Pada kegiatan ini, ada
beberapa hal yang harus di perhatikan yang meliputi:
a. Wadah
dan media pemeliharaan
Wadah
yang digunakan untuk pemeliharaan induk dapat berupa kolam tanah atau bak beton.
Bak pemeliharaan dilengkapi dengan waring yang ukurannya disesuaikan dengan
ukuran bak. Penggunaan waring ini bertujuan untuk memudahkan saat melakukan seleksi
induk.
Pada
bak pemeliharaan induk, ketinggian air berkisar antara 1,2 - 1,5 m dengan kepadatan
2 - 3 ekor/m2. Pada bak ini juga terdapat saluran pembuangan dan
pemasukan air agar memudahkan dalam pengelolaan media pemeliharaan.
b. Pakan
induk
26
|
Induk
patin yang ada di BBIS Anjongan berjumlah 105 ekor yaitu 65 ekor induk jantan
dan 40 ekor induk betina, dengan berat rata-rata 2,5 kg/ekor. Dosis pakan yang
diberikan sebanyak 2% dengan frekuensi pemberian pakan sebanyak 2 kali sehari
yaitu pada pagi dan sore hari.
Gambar 3. Pakan Induk
2. Seleksi Induk
Seleksi induk adalah
kegiatan yang dilakukan untuk memilih induk yang siap untuk dipijahkan. Sebelum
melakukan seleksi, induk terlebih dahulu diberok selama 1 hari dengan tujuan
agar memudahkan dalam seleksi yaitu induk yang membesar perutnya adalah
benar-benar induk yang matang gonad bukan karena pakan (Kordi, 2005). Induk
yang diseleksi adalah induk yg telah berumur lebih dari 3 tahun dengan berat
1,5 - 2 kg untuk induk jantan dan 1,5 - 2 kg untuk induk betina. Namun apabila
ada indukyang beratnya tidak sesuai dengan standar untuk pemijahan, tetapi
induk tersebut sudah matang gonad maka induk tersebut dapat dipijahkan. Ciri-ciri
induk patin yang sudah matang gonad dan siap dipijahkan adalah sebagai berikut
:
27
|
a. Induk betina
-
Umur tiga tahun.
-
Berat 1,5–2 kg.
-
Perut membesar ke arah anus.
-
Perut terasa empuk dan halus bila di raba.
-
Kelamin membengkak dan berwarna merah tua.
-
Kulit pada bagian perut lembek dan tipis.
-
Kalau disekitar kelamin ditekan akan keluar
beberapa butir telur yang bentuknya bundar dan besarnya seragam.
b. Induk jantan
-
Umur dua tahun.
-
Berat 1,5–2 kg.
-
Kulit perut lembek dan tipis.
-
Bila diurut akan keluar cairan sperma berwarna
putih.
-
Kelamin membengkak dan berwarna merah tua.
4.
Pemijahan
a. Penyuntikan
28
|
Induk
yang telah disuntik, kemudian dimasukkan kembali ke dalam bak. Kemudian 6 – 8
jam setelah penyuntikan kedua dapat dilakukan pengurutan / stripping untuk
mengeluarkan telur dari induk betina dan sperma dari induk jantan.
b.
Pengurutan
/ Stripping
29
|
Pengadukan
dilakukan perlahan, setelah telur dan sperma tercampur rata kemudian
ditambahkan air sedikit demi sedikit agar sperma aktif dan dapat membuahi
telur. Telur yang telah terbuahi ini kemudian dimasukkan ke dalam air untuk
dibersihkan. Kemudian telur dibilas hingga bersih dan siap untuk di tetaskan ke
dalam wadah. Wadah yang digunakan berupa akuarium dengan ukuran panjang 80 cm,
lebar 40 cm, dan tinggi 40 cm.
5. Penetasan Telur
30
|
6.
Pemeliharaan Larva
Larva ikan patin dapat
dipelihara di dalam akuarium, setiap akuarium dipasang 2 buah aerasi. Ketinggian
air pada saat pemeliharaan 30 cm. Ruangan yang digunakan tertutup rapat untuk
menjaga suhu agar tidak fluktuatif.
Untuk menjaga kualitas air dilakukan penyiponan pada pagi atau sore hari dan pergantian
air sebanyak 60 - 70% setiap 2-3 hari sekali (Khairuman dan Sudenda, 2002).
Pada saat larva berumur
1-2 hari, larva patin belum diberi pakan karena masih memiliki yolk sack sebagai
cadangan makanannya. Larva yang telah berumur 3 hari diberi pakan berupa naupli artemia yang diberikan
secara adlibitum dengan frekuensi 3 jam sekali. Setelah larva berumur 14
hari larva dapat didederkan ke kolam pendederan agar pertumbuhan larva cepat.
7. Pendederan
31
|
Sebelum
larva didederkan ke kolam pendederan, kolam di olah terlebih dahulu untuk
menghilangkan sisa amoniak dan zat beracun yang terdapat di kolam. Hal yang
dilakukan yaitu pengeringan kolam, pencangkulan dasar kolam yang dilakukan
untuk membalikkan dan memperbaiki struktur tanah, pembuatan kemalir untuk
memudahkan saat melakukan panen, pengapuran yang berfungsi untuk menstabilkan
pH tanah dosis pengapuran yang diberikan yaitu 50 gram per meter persegi,
pemupukan dengan pupuk kandang dengan dosis 250 – 500 gram per meter persegi
yang berfungsi untuk menumbuhkan pakan alami berupa phyto plankton dan zoo plankton.
Gambar 6.
Pemupukan
|
Gambar 5.
Pengapuran
|
Gambar 4.
Pencangkulan dasar kolam
|
32
|
Pendederan dilakukan dengan cara
memasukkan kantong plastik atau baskom tersebut ke dalam air kolam, lalu secara
perlahan larva di masukan ke dalam kolam dengan cara memiringkan baskom atau
kantong plastik ke permukaan kolam agar larva dapat keluar dari wadah tersebut
dengan sendirinya. Sebelum benih dikeluarkan dari wadah terlebih dahulu
dilakukan aklimatisasi selama 10 – 15 menit untuk menyesuaikan suhu dari
akuarium dengan suhu di kolam agar larva yang di dederkan tidak stress
(Susanto, 2006).
8.
Panen
Benih
Menurut Sutisna dan Sutarmanto (1995), pemanenan
benih tergantung dari ukuran benih yang dikehendaki dan lama pemeliharaan.
Pemanenan benih pada prinsipnya ada dua cara yaitu secara selektif biasanya
dilakukan dengan tanpa melakukan pengeringan kolam. Alat tersebut diberi
makanan tambahan supaya benih ikan yang akan ditangkap masuk ke dalamnya.
Setelah beberapa waktu lamanya jaring diangkat dan benih yang terjaring
dipungut sesuai dengan ukuran yang dikehendaki.
Panen secara total adalah pemanenan benih yang
dilakukan secara sekaligus dengan mengeringkan kolam. Pemanenan dilakukan pada
pagi hari sebelum matahari terbit, agar pada saat suhu udara mulai meningkat
atau sekitar pukul 07.00, panen sudah selesai. Hal tersebut dilakukan agar
benih yang dipanen masih pada temperatur udara pagi hari, sehingga mortalitas
dalam pemanenan relatif kecil.
33
|
34
|
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Dalam
pembenihan ikan patin pada Tugas Akhir (TA) ini, dilakukan beberapa kegiatan
diantaranya yaitu, pemeliharaan induk, seleksi induk, pemijahan, penetasan
telur, perawatan larva, pendederan dan panen benih. Berdasarkan fakta lapangan,
dideskripsikan beberapa data sebagai berikut :
4.1.1. Pemeliharaan induk
Dalam pemeliharaan induk patin,
kolam merupakan salah satu sarana penting yang harus disediakan. Kolam induk
yang tersedia di BBIS Anjongan memiliki bentuk persegi empat. Induk jantan dan
induk betina dipelihara di satu kolam. Berikut ini merupakan tabel kolam induk
patin yang digunakan dilokasi.
Tabel 1. Kolam
induk
No.
|
Kolam
|
Ukuran (m)
|
Material
|
Luas kolam (m2)
|
Jumlah induk (ekor)
|
Padat tebar (ekor/m2)
|
|||
P
|
L
|
T
|
T. Air
|
||||||
1
|
Jantan
|
18,5 m
|
18,5 m
|
1 m
|
0,6 m
|
Beton
|
342m2
|
65
|
0,4 ekor/m2
|
2
|
Betina
|
40
|
Sumber : Data Lapangan BBIS Anjungan 2014
Hal yang perlu diketahui dalam
seleksi induk yaitu data induk, seperti asal induk, umur, berat, panjang dan
sebagainya. Berikut ini merupakan tabel data induk patin di BBIS Anjongan.
35
|
No.
|
Uraian
|
Induk Jantan
|
Induk Betina
|
1
|
Jumlah Induk
|
65 ekor
|
40 ekor
|
2
|
Asal Induk
|
Sukabumi
|
Sukabumi
|
3
|
Umur
|
4 – 8 tahun
|
4 – 8 tahun
|
4
|
Berat Rata-rata
|
2 – 3 kg
|
2 – 3 kg
|
5
|
Panjang Rata-rata
|
48 cm
|
49 cm
|
Sumber : Data lapangan BBIS Anjungan 2014
Pakan yang diberikan selama pengelolaan induk berupa pellet mengapung
merek dengan dosis 2% dari berat tubuh ikan dengan frekuensi pakan diberikan
dua kali sehari yaitu pagi dan sore hari. Teknik pemberian pakan dilakukan
dengan cara ditebar di sekeliling kolam.
Tabel 3.
Kandungan pakan pada pegelolaan induk
No
|
Analisa
|
Kandungan
|
1
|
Protein
|
31 – 33 %
|
2
|
Lemak
|
3 – 5 %
|
3
|
Serat
|
4 – 6 %
|
4
|
Abu
|
10 – 13 %
|
5
|
Air
|
11 – 13 %
|
Sumber : Data lapangan BBIS Anjungan 2014
Selain pegelolaan kolam dan pakan, hal
lain yang harus diperhatikan adalah kualitas air tempat media pegelolaan induk.
Pengukuran kualitas air di lapangan berupa suhu dan pH. Pengukuran dilakukan
setiap 2 hari sekali. Pengukuran dilakukan pada pagi, siang dan sore hari.
Berikut ini merupakan tabel pengukuran kualitas air yang dilakukan di lapangan.
36
|
No.
|
Parameter
|
Kisaran
|
Alat
|
||
Pagi
|
Siang
|
Sore
|
|||
1
|
Suhu (°C)
|
27°C
|
32°C
|
28°C
|
Thermometer
|
2
|
pH
|
7
|
pH pen
|
Sumber
: Data Lapangan BBIS Anjungan 2014
4.1.2. Seleksi induk siap pijah
Seleksi induk dilakukan dengan cara melakukan penangkapan induk
menggunakan waring yang besar dan penangkapan dilakukan beramai-ramai. Berikut
ini merupakan langkah-langkah seleksi induk di lapangan :
1.
Setelah
terjaring, induk patin ditangkap pada bagian ekor, kemudian diangkat dari air.
2.
Badan dibalik hingga posisinya terlentang.
3.
Perhatikan bagian perutnya, perut yang buncit kearah
genital merupakan salah satu ciri induk yang telah matang gonad.
4.
Warna kulit pada daerah genital berwarna
kemerah-merahan.
5.
Raba bagian perutnya, apabila lembek itu merupakan salah satu ciri induk yang matang gonad.
37
|
Tabel 5. Data
induk patin yang terseleksi
No.
|
Uraian
|
Induk jantan
|
Induk betina
|
1
|
Jumlah
|
2 ekor
|
1 ekor
|
2
|
Berat (kg)
|
-
2,5 kg
-
2,5 kg
|
-
2,3 kg
|
3
|
Panjang (cm)
|
-
60 cm
-
52 cm
|
-
50 cm
|
4
|
Umur (tahun)
|
4 – 5 tahun
|
4 tahun
|
5
|
Morfologi
|
||
Tubuh
|
Ramping dan menggeluarkan
sperma jikadilakukan striping
|
Perut terlihat gemuk dan
lembut, bila bagian perut diraba terasa lembut
|
|
6
|
Warna
|
Abu-abu perak
|
Abu-abu perak
|
7
|
Kelamin
|
Alat kelamin berwarna kemerahan
|
Alat kelamin berwarna kemerahan
|
8
|
Tingkah laku
|
Agresif
|
Lamban
|
Sumber : Data lapangan BBIS Anjungan 2014
Induk-induk yang telah terseleksi
kemudian dimasukkan ke dalam wadah inkubasi (pemberokan) berupa waring
berukuran 2 m x 3 m x 1 m. Bak inkubasi pemberokan berada dekat dengan tempat
pemijahan, agar mudah dalam penanganannya. Suhu air saat pemberokan yaitu 28°C.
4.1.3. Teknik Pemijahan
Pada saat di lapangan pemijahan yang
dilakukan menggunakan metode kawin suntik (induced
breeding) dengan perbandingan 2 : 1. Induk betina yang akan dipijahkan
berjumlah 1 ekor sedangkan induk jantan berjumlah 2 ekor. Sebelum dilakukan pemijahan, induk diberi rangsangan
hormon terlebih dahulu. Rangsangan hormon dilakukan dengan melakukan
penyuntikan. Hormon yang digunakan dalam kegiatan yaitu ovaprim. Berikut ini
merupakan tabel penyuntikan hormon yang dilakukan di lapangan.
38
|
Perbandingan pemijahan
2 : 1
|
Bobot (kg)
|
Dosis penyuntikan
|
Waktu Penyuntikan WIB
|
Selang waktu penyuntikan
|
Ovulasi
|
|||
P 1
|
P 2
|
P 1
|
P 2
|
P 1
|
P 2
|
8 – 10 jam dari penyuntikan ke-2
|
||
Betina
|
2,3 kg
|
0,6
ml ovaprim
|
0,6 ml ovaprim
|
20.00
|
06.00
|
-
|
10 jam
|
|
Jantan
|
2,5 kg
|
-
|
0,2 ml ovaprim
|
-
|
06.40
|
-
|
12 jam
|
|
Jantan
|
2,5 kg
|
-
|
0,2 ml ovaprim
|
-
|
06.45
|
12 jam
|
Sumber : Data lapangan BBIS Anjungan 2014
Keterangan :
·
P1 = penyuntikan pertama
·
P2 = penyuntikan kedua
Untuk penyuntikan induk betina, letak penyuntikan pertama berada di
bagian punggung sebelah kanan dan penyuntikan kedua dibagian punggung sebelah
kiri dengan sudut kemiringan 45°. Penyuntikan dilakukan di dalam waring dengan sebagian
tubuh ikan terendam di dalam air sedangkan bagian punggung berada di atas
permukaan air.
Setelah penyuntikan kedua dilakukan, selanjutnya adalah persiapan alat
dan bahan. Adapun alat dan bahan yang digunakan pada saat melakukan pemijahan (induced breeding) dapat dilihat pada
tabel 7 berikut ini.
39
|
No.
|
Alat dan bahan
|
Jumlah
|
1
|
Baskom
|
1 buah
|
2
|
Bulu ayam
|
1 buah
|
3
|
Seser halus
|
1 buah
|
4
|
Handuk
|
2 buah
|
5
|
Ember
|
1 buah
|
6
|
Larutan Nacl 0,9%
|
Secukupnya
|
7
|
Air bersih
|
Secukupnya
|
Sumber : Data lapangan BBIS Anjungan 2014
Setelah ovulasi induk betina siap untuk di stripping dan pemijahan segera dilakukan. Langkah pengurutan yang
dilakukan dilapangan yaitu:
1.
Induk betina ditangkap dari bak pemberokan kemudian di keringkan
dengan menggunakan handuk agar air yang ada pada tubuhnya kering.
2.
Pengurutan dilakukan dengan cara menekan secara pelan –
pelan pada bagian perut paling depan kearah lubang genital.
3.
Stpriping
atau pengurutan dilakukan berulang-ulang sampai telur habis yang ditandai
dengan perut induk yang mengecil atau kempes. Telur yang keluar ditampung pada
wadah berupa baskom. Setelah pengurutan induk betina dikembalikkan di bak
inkubasi.
4.
Selanjutnya induk jantan ditangkap dari bak pemberokan,
kemudian di keringkan menggunakan handuk. Setelah tubuh ikan yang sudah kering,
lalu dilakukan pengurutan.
5.
Pengurutan diawali dengan menekan bagian perut induk jantan
bagian depan ke arah lubang genital.
6.
40
|
7.
Setelah telur dan sperma tertampung dalam satu wadah,
telur dan sperma diaduk menggunakan bulu ayam. Agar pengadukan merata,
diberikan larutan NaCL 0,9% secukupnya.
8.
Setelah telur dan sperma tercampur rata, tambahkan air
bersih secukupnya agar pembuahan segera
berlangsung.
9.
Telur ditebar secara merata pada wadah penetasan dan
diusahakan tidak ada yang menumpuk.
4.1.4. Penetasan Telur
Penetasan telur dilakukan di wadah aquarium berukuran 80 cm x 40 cm x 40
cm dengan ketinggian air 30 cm. Masing-masing akuarium dilengkapi dengan
aerasi. Jumlah akuarium yang digunakan yaitu sebanyak 19 akuarium. Suhu air
saat penetasan berkisar antara 26°C – 29°C sedangkan pH yaitu 7. Untuk mengetahui fekunditas dari
induk betina yang dipijahkan, dilakukan perhitungan dengan metode gravimetrik
yaitu dengan menimbang berat induk betina sebelum dan sesudah pemijahan. Berat
induk sebelum dipijahkan yaitu 2,3 kg dan setelah dipijahkan berat induk 1,9
kg. selisih berat induk awal dan berat
akhir adalah 300 gr. Telur yang akan ditetaskan diambil sebanyak 1 gram
dan dihitung jumlahnya. Jumlah telur dalam 1 gram 495 butir. Selanjutnya dapat
dilakukan perhitungan frekuensi. Perhitungan fekunditas adalah sebagai berikut
:
41
|
Berat induk awal
= 2,3 kg
Berat induk
setelah dipijahkan = 1,9 kg
Selesih berat =
0,4 kg = 400 gr
1 gr telur = 495
butir
F
=
x n
F =
x 495
F
= 198.000 butir
Selain fekunditas, dapat dihitung
juga fertilisasi rate (FR). Pada saat
perhitungkan jumlah telur, ditemukan telur yang tidak terbuahi yang ditandai
dengan warna putih kusam, sedangkan telur yang terbuahi berwarna kuning
kecoklat-coklatan dan bening. Dari perhitungan 1 gr, didapatkan 495 butir
telur. Telur yang tidak terbuahi sebanyak 89 butir. FR yang didapatkan dapat
dihitung melalui perhitungan di bawah ini :
1 gram telur =
495 butir
Telur yang tidak
terbuahi sebanyak 89 butir
Telur yang tidak
terbuahi : 495 – 89 = 406
Fertilisasi Rate (FR) =
x 100%
Jumlah telur
yang terbuahi = 406 x 400 = 162.400 butir
Jumlah telur
seluruhnya = 495 x 400 = 198.000 butir
42
|
= 82 %
4.1.5. Perawatan Larva
Telur akan menetas sekitar 18 – 24
jam setelah penebaran telur. Setelah telur menetas dilakukan perhitungan daya
tetas telur (hatcing rate).
Perhitungan daya tetas telur dilakukan dalam wadah akuarium berukuran 80 cm x
40 cm x 40 cm dengan tinggi air 30 cm. Jumlah akuarium yang digunakan di
lapangan sebanyak 19 buah. Pengambilan sampel dilakukan pada 5 titik menggunakan
gelas berukuran 240 ml. Pengukuran ini menggunakan metode volumetrik.
Perhitungan adalah sebagai berikut :
Jumlah seluruh
volume air akuarium : 96.000
x 19 = 1.824.000 ml
Jumlah seluruh
volume air sampel : 240
x 5 x 19 = 22.800 ml
Jumlah telur sampel yang menetas :1752 ekor
Jumlah
telur menetas =
x n
Jumlah
telur =
x 1752
= 140.160 ekor
HR =
x 100%
=
x 100 %
= 70%
43
|
Padat tebar =
= 76 ekor/L
Perawatan larva patin, dilakukan
pada wadah yang sama yang digunakan untik penetasan telur. Suhu pada akuarium
selama prosese perawatan larva berkisar antara 27°C – 30°C,
sedangkan pH yaitu 7. Proses perawatan larva dapat dilihat pada tabel 8 di
bawah ini.
Tabel 8. Proses
Perawatan Larva ikan patin
No.
|
Hari
|
Keterangan
|
1
|
Hari ke 1 – 3
|
Larva masih memiliki cadangan makanan
berupa kuning telur. Pada hari k-3 cadangan telur sudah menipis.
|
2
|
Hari ke – 2
|
Penetasan artemia
|
3
|
Hari ke 3 – 15
|
Pemberian pakan menggunakan
artemia. Pemberian pakan dilakukan 3 jam sekali dengan frekuensi 8 kali
sehari. Kisaran rata-rata pemberian artemia yaitu 240 – 300 ml untuk 1 kali
pemberian.
|
4
|
Hari ke 4 – 15
|
Pada hari ke-4 dilakukan
penyiponan dan pengantian air, setelah itu penyiponan dilakukan setiap 2 hari
sekali.
|
Sumber : Data Lapangan BBIS Anjungan 2014
Setelah berumur 15 hari, ukuran
benih sekitar 1 – 2 cm dan siap untuk didederkan. Setelah semua larva di
akuarium dipanen, langkah selanjutnya yaitu menghitung survival rate. Perhitungan dilakukan dengan cara penyamplingan
tanpa air. Berikut merupakan perhitungan SR yang dilakukan dilapangan.
Diketahui :
-
Penyamplingan menggunakan takaran berukuran 30
ml.
-
Untuk 1 takaran didapatkan benih sebanyak 1255
ekor benih
-
44
|
Jumlah total
benih yang disampling yaitu :
Jumlah benih 1
sampling x Total penyamplingan
1255 ekor x 75 =
94.125 ekor
SR =
x 100%
=
x 100%
= 67,15 %
Jadi, SR yang
didapatkan yaitu 94.125 atau 67,15%.
4.1.6. Pendederan
Setelah benih berumur 15 hari di
ruang pemeliharaan, larva siap didederkan. Ukuran larva yang ditebar yaitu 1 –
2 cm. pendederan benih dilakukan di kolam dengan luas 600 m2, dengan
tinggi air 50 cm. Pendederan dilakukan pada pagi hari. Benih yang ditebar
sebanyak 94. 125 ekor dengan padat tebar
6-7 ekor/m2. Kegiatan yang dilakukan pada saat pendederan dapat
dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel. 9
Kegiatan persiapan kolam pendederan
No.
|
Kegiatan
|
Waktu yang
diperlukan
|
Alat dan bahan
|
dosis
|
1
|
Pengeringan kolam
|
2 – 3 hari
|
-
|
-
|
2
|
Pembalikan tanah
|
1 – 2 hari
|
Cangkul
|
-
|
3
|
Pengapuran
|
2 jam
|
Kapur dolomite
|
50 gr/m2
|
4
|
Pemupukan
|
30 menit
|
Pupuk kandang
|
500 gr/m2
|
Sumber : Data Lapangan BBIS Anjungan 2014
45
|
4.1.7. Panen
Setelah benih berumur 21 hari benih
berukuran 3 – 5 dan benih siap dipanen. Pemanenan dilakukan pada pagi hari,
pukul 07.00 WIB. Berikut ini perhitungan SR pada saat pemanenan.
SR =
x 100%
=
x 100%
= 76%
Jadi, SR yang
didapat yaitu 71.800 ekor atau 76%.
46
|
Tabel 10.
peralatan dan bahan pemanenan
No.
|
Alat dan bahan
|
Ukuran
|
Jumlah
|
Fungsi
|
1
|
Waring penadah
|
1 m x 4 m
|
1 buah
|
Sebagai tempat
penandah benih pada saat pemanenan
|
2
|
Serokan
|
-
|
2 buah
|
Alat penyerok benih
|
3
|
Kantong plastik
|
40 x 80 cm
|
3 buah
|
Sebagai tempat
penampung benih
|
4
|
Waring penampung
|
2m x 3m x1m
|
1 buah
|
Sebagai tempat
penampung
|
Sumber : Data Lapangan BBIS Anjungan 2014
4.2. Pembahasan
4.2.1. Pengelolaan Induk
Induk
merupakan salah satu faktor penentu dalam keberhasilan usaha pembenihan ikan
patin. Induk yang baik dan sehat tentu akan menghasilkan benih yang baik pula.
Dalam pengelolaan induk yang dilakukan di BBIS Anjugan, kolam yang digunakan
untuk pemeliharaan induk memiliki bentuk
persegi empat, terbuat dari bahan beton, dasarnya berupa tanah.
Untuk memudahkan dalam pengisian air
dan pengeringan kolam sewaktu-waktu, kolam tersebut dilengkapi dengan saluran
pemasukan dan saluran pengeluaran air. Hal ini sesuai dengan pendapat Angin
(2003) yang mengatakan, kolam ikan harus mudah dialiri atau diisi air dan mudah dikeringkan dalam waktu
yang relatif singkat. Untuk itu kolam ikan harus memiliki pintu pemasukan dan
pengeluaran air yang baik.
47
|
Gambar
7. kolam induk patin
Selama pemeliharaan induk, induk patin diberi pakan buatan berupa pellet
merk Hi-pro-vite 781 dengan dosis pemberian pakan 2% dari berat tubuh rata-rata
dengan frekuensi 2 kali sehari yaitu pagi dan sore hari. Kandungan pakan pada
penggelolaan induk yang diberikan yaitu, protein 31–33 %, lemak 3–5 %, serat
4–6 %, abu 10–13 %, air 11–13 %. Hernomo (2001) menyatakan, mutu induk selain
ditentukan dari sisi genetiknya juga sangat ditentukan oleh cara perawatan
induk. Paling tidak ada dua hal yang harus diperhatikan dalam pemeliharaan
induk yaitu kolam pemeliharaa dan pakan. Kolam pemeliharaan yang dimaksud
sebaiknya memiliki dasar tanah. Setiap hari induk diberi pakan sebanyak 2% dari
berat badan dengan frekuensi pemberian tiga kali sehari. Khairuman (2002)
menambahkan, pakan yang diberikan untuk induk patin berupa pellet komersal
yyang memiliki kadar protein minimum 28%. Pakan tersebut diberikan dua kali
sehari yakni pagi dan sore hari.
48
|
4.2.2. Seleksi Induk
Induk yang akan dipijahkan harus
diseleksi terlebih dahulu untuk mendapatkan induk yang matang gonad.
Induk-induk yang dipelihara di kolam tidak semuanya siap untuk dipijahkan. Oleh
sebab itu, harus dilakukan seleksi induk terlebih dahulu. Menurut Khairuman
(2002), induk ikan patin yang akan dipijahkan diseleksi terlebih dahulu, yakni
dengan memilih induk-induk betina dan jantan yang matang gonad atau siap
dipijah.
49
|
Hernomo (2001), menyatakan untuk
melihat atau memilih induk, induk tersebut harus ditangkap terlebih dahulu.
Cara penangkapan harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak menimbulkan resiko
sekecil apapun terhadap induk, seperti stress, lecet, jatuh, membentur dinding,
dan sebagainya.
Gambar 8.
pengangkapan induk
|
Setelah induk terjaring, maka
langkah selanjutnya adalah menentukan induk yang baik dan siap pijah secara
visual. Ciri-ciri induk betina yang terseleksi adalah bagian perut besar dan
mengembang, alat kelaminya berwarna merah, jika dibagian perut diraba terasa
lembut dan apabila ditekan akan kembali seperti semula. Sedangkan induk jantan
yang terseleksi pada saat bagian perut dekat lubang kelamin diurut,
mengeluarkan sperma. Alat kelamin membengkak dan berwarna merah tua.
50
|
Gambar 10. Alat kelamin induk jantan
|
Gambar 9. Alat
kelamin induk betina
|
Untuk mengecek telur pada induk betina dapat dilakukan dengan menggunakan
alat bantu yaitu kateter untuk meyedot telur. Dengan menggunakan kateter telur
akan tampak di dalam kateter dan kemudian dikeluarkan untuk dilihat dan diamati
secara visual. Ciri-ciri telur yang baik yaitu, telur berwarna kuning gading.
Berbentuk bulat utuh (tidak lonjong), tidak mudah pecah, dan ukuran telur
seragam. Berikut ini merupakan gambar induk betina yang telah matang gonad dan
proses pengencekan telur secara visual dengan menggunakan selang kateter.
Gambar 12.
pengecekan telur secara visual
|
Gambar 11. Induk
betina matang gonad
|
Menurut Djarijah (2001) mengatakan, postur tubuh induk betina yang baik
untuk dipijahkan cenderung melebar,
perut lembek, halus dan membesar ke arah anus. Urogenital membengkak dan
membuka serta berwarna merah tua. Apabila bagian perut di sekitar lubang urogenital
ditekan akan keluar butiran telur yang cukup besar berwarna putih
kekuning-kuningan, dan berbentuk bulat utuh. Sedangkan postur tubuh induk
jantan relatif lebih langsing dan panjang. Alat kelamin (urogenital) membengkak
dan berwarna merah tua. Apabila bagian perut diurut akan mengeluarkan cairan
putih kental (sperma).
51
|
Setelah mendapatkan induk yang terpilih, induk kemudian diberokan atau
dipuasakan. Induk dimasukkan ke wadah inkubasi induk berupa hapa. Hal ini
sesuai dengan pendapat Ghufran (2005) yang mengatakan, telah mendapatkan induk
– induk terpilih, langkah selanjutnya yaitu pemberokan. Induk diberok pada
wadah tersendiri, pemuasaan ikan selama ± 12 – 24 jam. Tujuannya adalah agar
kotoran (faeces) keluar dan sekaligus
meyakinkan hasil induk betina. Apabila induk betina terus membuncit setelah
dipuasakan maka dapat dipastikan ikan tersebut matang gonad dan mengandung
telur. Namun sebaliknya, perut ikan kempes berarti buncitnya perut ikan bukan
karena adanya telur, melainkan pakan.
52
|
Pemijahan adalah pertemuan antara induk jantan dan induk betina yang
bertujuan untuk pembuahan telur. Setelah induk jantan dan betina siap memijah
didapatkan, langkah selanjutnya adalah persiapan pemijahan. Namun sebelum itu
induk patin terlebih dahulu diberikan perlakuan rangsangan hormon. Karena
selama ini ikan patin sangat sulit memijah di kolam yang bukan habitat aslinya.
Oleh sebab itu, maka perlu dilakukan pemberian rangsangan hormon yaitu dengan
melakukan penyuntikan. Susanto (1997) menyatakan, ikan patin sulit memijah di
kolam atau wadah pemeliharan dan termasuk pula ikan yang kawin musiman. Oleh
karena itu, pemijahan ikan patin umumnya dilakukan secara buatan karena selama
ini belum ada orang yang berhasil memanipulasi lingkungan untuk membujuk patin
mau memijah secara alami.
a. Penyutikan
Penyuntikan patin dilakukan di lapangan
mengunakan hormon ovaprim. Penyuntikan pertama dilakukan pada induk betina
dengan berat 2,3 kg. Setelah itu penyuntikan kedua dilakukan bersamaan pada
induk betina dan jantan secara bersamaan dengan menggunakan hormon ovaprim.
Penyuntikan pada induk betina dengan dosis penyuntikan 0,6 cc/kg. untuk induk
jantan dosis hormone yang digunakan yaitu 0,2 cc/ekor. Selang waktu penyuntikan
kedua yaitu 12 jam.
Gambar
13. Hormon ovaprim, NaCL, dan spuit
53
|
Menurut pendapat Ghufran (2005) yang
mengatakan, untuk induk jantan bila tanpa suntik pun sperma induk jantan dengan mudah dikeluarkan, maka induk jantan
tidak harus disuntik dengan hormone ovaprim. Namun, bila induk jantan belum
terlalu matang, sebaiknya induk jantan disuntik menggunakan hormon ovaprim
dengan dosis 0,2 cc/ekor.
Untuk penyuntikan induk jantan dan betina, penyuntikan dilakukan di
dibagian punggung (intramuscular)
dengan sudut penyuntikan 450. Djarijah (2001) menyatakan, bagian
tubuh induk ikan yang relatif aman disuntik adalah permukaan atas (dorsal) disisi kanan dan kiri agak
didepan sirip punggung dan bagian depan sirip ekor serta bagian bawah perut (intrapheritonial) didekat pangkal sirip
perut dan sirip dada. Selanjutnya Khairuman (2007) menyatakan bahwa,
penyuntikan dilakukan secara intramuscular,
yakni didalam daging atau otot, tepatnya dibagian kiti atau kanan belakang
sirip punggung. Alasannya, bisa dilakukan cukup dalam. Dengan demikian, resiko
keluarnya cairan hormone melalui lubang injeksi bisa dihindari. Hernomo (2001)
menambahkan, pada perinsipnya penyuntikan dilakukan dengan dua pertimbangan.
Pertama tepat target, artinya hormon yang disuntik dapat masuk ketarget.
Pertimbangn kedua, minimalkan resiko negatif akibat penyuntikan, yaitu luka tau
sakit yang dapat menyebabkan stress atau keadaan yang lebih parah lagi. Tempat
penyuntikan yang dianjurkan adalah pada ketiak sirip.
54
|
Gambar
14. Penyuntikan
b. Pemijahan (induced breeding)
Ikan patin walaupun sudah dilakukan
penyuntikan hormone tetap tidak mau melakukan pemijahan. Oleh karena itu, maka
harus dilakukan pemijahan secara stiriping. Khairuman (2002) mengatakan, ika
patin merupakan salah satu jenis ikan yang sulit memijah secara alami jika
tidak berada di habitat aslinya. Untuk itu perlu dilakukan pemijahan secara induced breeding (kawin suntik). Tingkat
keberhasilan kawin suntik sangat dipengaruhi oleh tingkat kematangan gonad
induk patin.
Sebelum melakukan pemijah harus dilihat
dulu bagaimana kesiapan induk apakah sudah dalam masa puncak ovulasi atau
belum. Pengecekan di lakukan dengan cara mengurut perut dari arah kepala
kelubang genital, langkah ini dilakukan dengan cara hati-hati, jangan
sekali-kali dilakukan pijatan yang kuat atau dipaksakan. Jika telur tidak bisa
di ovulasikan dengan stripping yang
lembut dengan kata lain membutuhkan pijatan yang kuat pada apdomen, ini artinya
bahwa ovulasi belum terjadi, maka proses stripping
harus dihentikan dan induk harus dikembalikan ke wadah inkubasi induk dan
ditunggu beberapa jam lagi. Stripping
dengan pijatan yang kuat atau dipaksakan menyebabkan telur yang diovulasikan
tidak total atau parsial, lebih lanjut menyebabkan ikan stress dan mati. Jika
induk stripping optimum (tepat), maka
telur akan keluar dengan lancar sehingga waktu stripping dan penanganannya lebih singkat dan induk segar kembali
dengan stress yang minimal.
55
|
Selain itu kita juga harus menyiapkan
bahan-bahan dan alat yang akan digunakan pada saat pemijahan nantinya. Alat dan
bahan disiapkan yaitu baskom palstik, handuk, bulu ayam, seser halus, ember,
larutan NaCL 0,9%, dan air bersih. Menurut Angin (2003), bulu ayam atau bulu
bebek berfungsi untuk mengaduk telur dan sperma agar tidak mudah agar tidak mudah pecah, sementara baskom
digunakan untuk menampung telur hasil stripping
dan untuk tempat mengaduk telur dan sperma. Lebih lanjut dikatakn oleh Angin
(2003), bulu ayam atau bulu bebek dan baskom yang digunakan harus bersih dan
kering. Karena, jika salah satu alat pemijahan mmengandung air (basah) akan
mengakibatkan telur yang ditampung dalam baskom bertemu air dan segara aktif.
Jika saat telur aktif dan tidak terbuahi oleh sperma, maka telur tersebut akan
mati. Demikian juga halnya dengan sperma, bila bertemu dengan air akan segera
aktif. Kejadian ini akan mengurangi persentase keberhasilan pembuahan telur.
56
|
Setelah induk betina selasai di stripping kemudian dilanjutkan dengan
induk jantan, cara yang dilakukan juga sama dengan stripping induk betina. Telur dan sperma yang dikeluarkan ditampung
dalam satu wadah yaitu baskom, kemudian
diaduk menggunakan bulu ayam hingga merata. Selanjutya telur diberi larutan NaCL
0,9% secukupnya. Fungsi larutan NaCL 0,9% ini tujuan untuk memperpanjang umur
sperma dan memperpanjang umur telur. Setelah teraduk merata tambahkan sedikit
air, hal ini sesuai dengan pendapat Hamid, dkk (2007) yang mengatakan,
pembuahan dilakukan dengan cara
memasukkan air ke dalam wadah telur yang sudah dicampur dengan sperma. Proses
pembuahan ini berlangsung cepat kerena sperma hanya aktif bergerak dan bertahan
hidup kurang lebih satu menit. Oleh karena telur patin mengandung zat perekat
yang menyebabkan telur lengket, maka kita harus mengurangi daya rekat tersebut
dengan cara mencuci telur tersebut dengan air, kemudian aduk hingga daya rekat
telur berkurang. Telur kemudian dibilas dengan air bersih hingga warna telur
kembali seperti semula, setelah itu telur siap ditebar. Menurut Hamid, dkk
(2007) untuk menghilangkan daya rekat telur pada ikan patin, maka dilakukan
pencucian telur dengan menggunakan larutan tanah merah, kemudian telur dicuci
kembali hingga bersih. Sebaiknya telur ditebar secara merata dan diusahakan
tidak ada telur yang menumpuk. Oleh karena itu harus dilakukan pengontrolan
pada telur yang ditetaskan. Berikut ini merupakan gambar pemijahan yang
dilakukan di lapangan.
57
|
Gambar 16.
Stripping induk jantan
|
Gambar 15.
Stripping induk betina
|
Gambar 17.
pencampuran dengan larutan NaCL
|
Gambar 18.
pengadukan telur
|
58
|
Proses penetasan telur di BBIS Anjungan
dilakukan di wadah berupa akuarium. Akuarium tersebur berukuran 80 cm x 40 cm x
40 cm dengan ketinggian air 30 cm.
jumlah akuarium yang digunakan berjumlah 15 akuarium, masing-masing volume air
disetiap akuarium 96.000 ml. persiapan wadah akuarium dilakukan sehari sebelum
telur-telur patin ditebar. Akuarium yang digunakn dibersihkan terlebih dahulu,
hal ini bertujuan untuk menghindari telur terserang penyakit. Setelah
dibersihkan, akuarium diisi dengan air bersih. Air yang masuk mengatakan,
pengguaan aerasi mutlak diperlukan dalam pemeliharaan larva karena aerasi
berfungsi untuk mensuplai oksigen terlarut dalam air.
Gambar
19. Penebaran telur di akuarium
Penebaran telur dilakukan secara
merata di dasar wadah penetasan diusahakan tidak ada telur yang menumpuk. Pada
saat di lapangan telur yang menetas berwarna kuning bening. Sementara Hernomo
(2001) menyatakan, prinsip di dalam melakukan penebaran telur adalah mengusahkan
telur tersebar merata, tidak ada menumpuk. Penumpukan telur dapat mengakibatkan
kematian larva yang pada tahapan berikutnya menyebabkan menurunya kualitas air.
Untuk mempermudah penebaran dan mengantisipasi agar tidak terjadi penumpukan
telur, dianjurkan untuk mematikan aerator sebelum telur ditebar (menghentikan
gerakan atau arus air). Setelah penebaran di bak penetasan selesai dilakukan,
sebaiknya ditunggu sampai telur kuat melekat pada subtract (dinding akuarium, bak atau hapa) baru aerator dijalankan.
59
|
Kenyataan di lapangan telur menetas antara 18 – 24 jam setelah telur ditebar.
Selama penetasan telur, suhu air di akuarium stabil berkisar 26 – 29°C.
hal ini dikarenakan ruangan yang digunakan dalam penetasan berada di ruangan
tertutup. Untuk pH air yaitu 7. Ghufran (2005) mengatakan, telur yang terbuahi
akan menetas pada saat 18–24 jam setelah ovulasi pada suhu 26 – 28°C.
Untuk mengetahui fekunditas, induk
ditimbang untuk mengetahui berat total telur, dan didapatkan berat total telur
sebanyak 400 gram. Kemudian telur-telur disampling dengan perhitungan sampel
per 1 gram telur dengan menggunakan timbangan digital. Dari hasil perhitungan
didapatkan jumlah sampel telur 1 gram sebanyak 495 telur. Kemudian berat total
telur dikalikan dengan jumlah sampel telur, dan didapatkan fekunditas yaitu 198.000
butir telur. Menurut SNI (2008), fekunditas yang dihasilkan oleh induk patin
yaitu 120.000 – 200.000 butir/kg. untuk lebih jelas, fekunditas dapat dilihat
dibagian hasil.
60
|
4.2.5. Perawatan Larva
Dalam
waktu ± 24 jam telur sudah menetas menjadi larva. Kemudian larva-larva tersebut
dihitung dengan cara sampling, sampling dilakukan sebanyak lima titik disetiap
bak penetasan dengan menggunakan gelas aqua dengan volume air sampel 240 ml.
dari perhitungan dengan metode volumetric, didapatkan telur yang menetas
sekitar 140.160 Ekor atau sebesar 70% dengan padat tebar 76 ekor/liter. HR dan
padat tebar yang dihasilkan sudah cukup baik, hal ini sesuai dengan pendapat
Anonim (2006) yang mengatakan, daya tetas telur (HR) yang optimal pada ikan
patin sekitar 75% – 80% dan ditambahkan lagi oleh Hamid, dkk (2007) yang
mengatakan, pada tebar yang ideal untuk pemeliharaan larva dalam akuarium
adalah 60 – 80 ekor/liter.
61
|
Pada hari pertama larva menetas,
tampak larva bergerak turun naik. Pada hari kedua, terlihat dua buah titik pada
sebagian larva, yang dipastikan dua titik hitam tersebut sebagai mata, perut
terlihat berbentuk bulat berisi cadangan makanan. Hari berikunya larva tampak
dapat berenang dengan cukup baik, kuning telur yang berda pada perutnya tampak
mulai menipis. Saat itu larva cukup
aktif dan sesekali berkurumun membentuk gerombolan.
Pada hari 1 – 2 larva tidak diberi
pakan. Karena pada saat itu larva ikan patin masih memiliki cadangan makanan
yang terdapat di perutnya yaitu berupa kuning telur. Hari pertama pemberian
pakan, larva sesekali bergerak untuk menangkap makanan yang lewat dilubang
mulutnya. Menurut Khiruman (2002), selama 2 – 3 hari, larva memanfaatkan kuning
telur (yolk sach) pada tubuhnya. Bekal kuning telur tersebut mulai habis ketika
masuk hari ke-3 atau ke-4, sehingga
segera diberi suspense kuning telur ayam dan makanan alami berupa kutu air
(moina), artemia, rotifer dan jentik-jentik nyamuk.
Setelah larva berumur 3 hari, larva
ikan patin diberi pakan artemia. Pemberian pakan dilakukan 3 jam sekali dengan
frekuensi 6 kali sehari yaitu pukul 06.00, pukul 09.00, pukul 12.00, pukul
15.00, pukul 18.00, dan pukul 21.00. pakan yang diberikan secara adlibitum
dengan kisaran rata-rata 240 – 300 ml. Hal ini dilakukan setelah larva berumur
2 hari, larva patin harus segera diberi pakan karena larva patin yang lapar akan memangsa temanya
sendiri karena larva patin bersifat kanibalisme terutama setelah berumur 2 – 5
hari, sebagai langkah antisipasi frekuensi pemberian pakan dilakukan 2 – 3 jam
sekali. Menurut Hamid, dkk (2007), frekuensi pemberian pakan diberikan 8 kali
sehari dengan interval waktu 3 jam sekali.
62
|
Gambar
20. Pemberian pakan artemia pada larva
Penetasan artemia dilakukan dengan cara dikultur
sebelum kuning telur sebagai cadangan makanan larva habis, yaitu ketika larva berumur 2 hari.
Wadah yang digunakan untuk kultur artemia
adalah corong penetasan dengan salinitas yang digunakan
di lapangan yaitu 30 ppt cdengan suhu 26°C – 30°C.
selama penetasan artemia corong dilengkapi dengan cara menghentikan aerasi,
setelah 10 menit cangkang artemia akan menetas ± 24 jam. Setelah 24 jam artemia
sudah siap dipanen, pemanenan dilakukan dengan carra menghentikan aerasi,
setelah 10 menit cangkang artemia akan mengapung dan naupli artemia akan
mengedap didasar corong. Untuk memanen naupli artemia digunakan selang untuk
menyipon naupli artemia yang mengedap. Pemberian pakan alami artemia di
lapangan diberikan selama 15 hari selama pemeliharaan larva berlangsung. Berikut ini merupakan
gambar corong penetasan artemia yang terdapat dilapangan.
63
|
Gambar
21. Corong penetesan artemia
Munurut Angin (2003), telur artemia ditetaskan pada corong penetasan.
Corong penetasan diisi air dengan kadar salinitas 25 ppt – 30 ppt. Jika air
laut tidak tersedia, dapat menggunakan air tawar yang bersih dicampur dengan
garam dapur. Jumlah garam dapur secukupnya sehigga salinitas mencapai 25 ppt –
30 ppt. Corong penetasan dilengkapi dengan aerasi. Telur artemia akan menetas
selama 20 – 24 jam pada suhu 260C – 300C.
Selama kegiatan pemeliharaan larva, kegiatan yang perlu dilakukan yaitu
pergantian air dan penyiponan. Pergantian air dilakukan setelah larva berumur 4
hari, penyiponan kemudian dilakukan setiap 2 hari sekali. Penyiponan bertujuan
untuk membuang sisa-sisa telur yang tidak menetas, karena telur yang tidak
menetas akan berbau amis dan membuat wadah pemeliharaan larva menadi kotor. Jika hal ini dibiarkan bisa
meningkatkan angka kematian larva. Cara penyiponan yang dilakukan di lapangan
yaitu dengan memasukkan saringan ke dalam wadah penetesan yang terbuat dari
paralon yang telah diberi lubang-lubang dan diberi kain happa untuk menghindari
tersedotnya larva. Lalu sedot air dengan menggunakan selang dan sisakan 1/3
bagian, penyiponan ini mengeluarkan air yang lama sedangkan untuk membbuang
kotoran di akurium menggunakan selang berukuran kecil. Isi kembali wadah
tersebut dengan air dengan suhu yang sama sampai terisi penuh seperti
sebelumnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Djarijah (2001), yang menyatakan
untuk mempertahankan kualitas air sekaligus mengurangi bahaya keracunan karena pembusukan
sisa-sisa makanan dan kotoran. Air untuk memelihara larva atau benih tersebut
harus disipon setiap 2 hari sekali.
64
|
65
|
4.2.6. Pendederan
Setelah benih berumur 15 hari, benih siap di dederkan. Pendederan benih
dilakukan di kolam tanah dengan dasar perairan tanah liat berpasir. Kolam tanah
yang dilakukan untuk pendederan berukuran 5 m x 13 m dengan ketinggian air 50
cm. Adapun bentuk kolam pendederan dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 22. kolam pendederan
Pendederan dilakukan pada pagi hari ketika suhu kolam masih rendah dengan
perlakuan aklimatisasi. Wadah yang digunakan untuk pendederan saat di lapangan
adalah baskom. Benih ditebar dengan menenggelamkan baskom ke dalam air kolam
sehinggga benih ikan bisa keluar dengan sendirinya. Benih yang ditebar sebanyak
94.125 ekor dengan padat tebar 5,75 ekor/m2. Padat tebar pendederan
di kolam sudah baik, hal ini sudah sesuai Menurut SNI (2008) menyatpakan, padat
tebar yang baik untuk pendederan patin yaitu 7 ekor/m2.
66
|
Setelah dasar tanah kering, kolam dikapur. Pengapuran kolam dilakukan
dengan cara penebaran kapur dengan
merata kepermukaan dasar kolam. Di lapangan kapur yang digunakan adalah kapur Dolomite
(CaCO3) sebanyak 32,5 kg. Fungsi pengapuran adalah untuk menetralisir asam
basah yang terdapat dalam air, memperbaiki kondisi tanah, dan menambah pH.
67
|
Gambar 23. Panen
larva
|
Gambar 24.
Pendederan Larva
|
68
|
4.2.7. Panen Benih
Setelah benih berumur 21 hari benih
siap dipanen. Ukuran benih dilapangan pada saat dipanen berukuran 5 – 8 cm.
pertumbuhan benih patin dilapangan sangat baik. Hal ini sesuai dengan pendapat
Djarijah (2001) yang mengatakan, selama 1 bulan benih hasil panen berupa
gelondingan (fingerling) dengan
ukuran panjang berkisar 3 – 5 cm dan dan beratnya berkisar 5 – 10 g/ekor.
Pemanenan benih dilakukan pada pagi hari dimana udara tidak terlalu panas
sehingga benih tidak stres dan lemah. Adapun tahapan – tahapan pemanenan
dilakukan dengan mempersiapkan bak yang digunakan untuk menampung benih. Wadah penampung benih
berupa happa yang berukuran 2 m x 3 m x 1 m. Sebelum melakukan pemanenan, happa
dipasang didekat kolam yang akan dipanen. Hai ini bertujuan untuk pengangkutan
dan agar ikan tidak stress apabila dibawa terlalu jauh.
69
|
Gambar
25. Panen benih
70
|
BAB
V
PENUTUP
5.1.
Kesimpulan
Dari kegiatan pembenihan
ikan patin yang dilakukan di BBIS Anjongan dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut :
1. Pengelolaan induk patin betina dan jantan
dilakukan di kolam berbentuk persegi empat bermaterial beton dengan ukuran 18,5
m x 18,5 m x 1 m dengan tinggi air 60 cm. Induk jantan dan induk betina
dipelihara di satu kolam. Seleksi induk dilakukan dengan penangkapan induk,
pemantauan secara visual dan dengan pengurutan. Induk yang terseleksi berjumlah
1 ekor induk betina dan 2 ekor induk jantan.
2.
Teknik
pemijahan ikan patin dilakukan dengan metode kawin suntik (induced breeding). Penyuntikan pada induk betina menggunakan
ovaprim dengan dosis 0,6 cc/kg. penyuntikan induk jantan menggunakan ovaprim
dengan dosis 0,2 cc/ekor. Ovulasi terjadi yaitu 10 – 12 jam dari penyuntikan
kedua.
3.
71
|
4.
Pendederan
dilakukan pada saat larva berumur 15 hari. Larva yang ditebar sebanyak 94.125
dengan padat tebar 5,75 ekor/m2. Pendederan dilakukan pada pagi
hari. Sebelum ditebar kegiatan yang dilakukan di kolam pendederan yaitu,
pengeringan kolam, pengapuran dan pemupukan. Setelah benih berumur 30 hari
benih berukuran 5 – 8 cm dan benih siap dipanen. Pemanenan dilakukan pagi hari,
SR yang didapat pada ssaat pemanenan yaitu 76 %.
5.2. Saran
Setelah
melakukan kegiatan Tugas Akhir di BBIS Anjungan penulisan memiliki saran-saran
sebagai berikut :
1. Dalam pengelolaan induk, khususnya komoditas
patin sebaiknya kolam induk jantan dan induk betina dipisah, agar tidak
terjadi penurunan kualitas pada induk. Untuk mempercepat kematangan gonad, seebaiknya
2 kali seminggu patin perlu diberi ikan rucah atau ikan-ikan yang tidak layak
konsumsi.
2.
72
|
73
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar